Minggu, 04 April 2010

Sinkronisasi Estrus

SINKRONISASI ESTRUS ( METODE, FUNGSI, CIDR )
Pada prinsipnya siklus estrus bisa dilakukan karena dalam siklus estrus ada dua fase yaitu fase folikuler dan fase luteal yang sangat brbeda secara hormonal. Fase luteal memerlukan waktu yang lebih panjang dari pada fase folikuler .
Sikronisasi estrus dapat dilakukan dengan memanipulasi siklus birahi yaitu:
• Menghilangkan fungsi korpus luteum.
• Menekan perkembangan folikel selama fase luteal.
Sinkronisasi estrus dengan memperpanjang fase luteal
• Corpus luteum beregresi secara alami.
• Memblok FSH & LH setelah CL beregresi.
• Preparat : Progesteron (P4) yang diberikan selama 14-21 hari (tergantung spesies)
• Penghentian P4 : Folikel berkembang, estrus, dan ovulasi
• Estrus : 2-8 hari setelah penghentian pemberian P4
• Metode Pemberian: orally, pessaries, ear implant and intravaginal devices
Sinkronisasi estrus dengan memperpendek fase luteal
• Menginduksi regresi CL lebih awal (Luteolisis)
• Preparat: PGF2 α atau analognya (Cloprostenol) daya luteolitik pada semua spesies (fase perkemabangan CL); Estrogen daya luteolitik pada ruminansia, tidak pada kuda & babi.
Sikronisasi Estrus Pada Sapi dapat Dilakukan Dengan Beberapa Cara yaitu :
1. Menghilangkan corpus luteum atau enukleasi luteal
 Perusakan fisik pada CL dngan menggunakan jari melalui rektum, pada saat CL dalam keadaan berfungsi (masak).
 Perlu tenaga yang profesional.
 50 – 60 % dari sekelompok sapi yang peka, empat hari kemudian akan birahi.
 Resiko hemorhagia dan perlekatan fimbria (Ismaya, 1998).
2. Penyuntikan Progesteron
 Penyuntikan selama 18 -20 hari (50 mg/hari).
 Menghambat fase luteal melalui umpan balik negatif.
 Kelemahannya yaitu injeksi memerlukan waktu dan tenaga, timbulnya birahi bervariasi kurang lebih 5 hari, fertilisasi menurun/rendah (Ismaya, 1998).
3. Pemberian progestagen aktif per oral (mulut)
 Mengatasi kesulitan kedua diatas dan lebih tepat untuk kelompok ternak yang besar dikandang dan terprogram pemberian pakannya
 Progestagen sintetik yaitu melengestrol Asetat (MGA) dan Medroxiprogesteron (MPA), namun lebih bagus MGA daripada MPA.
 Pemberian lewat pakan selama 15-18 hari dan birahi terjadi 3-5 hari kemudian setelah penghentian perlakuan.
 Fertilisasi rendah (42%) dan menjadi 82 % pada estrus berikutnya.
 Pemberian esterogen dan gonadotropin menghambat MGA, fertilisasi tetap rendah (Ismaya, 1998).
4. Implan silastik
 Implan silastik yang mengandung MGA ditanam dibawah kulit leher atau dibawah kulit luar telinga selama 22-64 hari.
 36-72 jam setelah penghentian perlakuan terjadi birahi 64 % (Ismaya, 1998).
5. Spons intravagina
 Progesteron juga dapat dimasukan ke vagina dengan memakai spons, diharapkan dapat menghasilkan estrus yang baik.
 Pemasangan spons selama 18-21 hari dan birahi akan tampak 24-72 jam setelah pengambilan spons dari vagina.
 Kelemahan: spons sering berubah tempat, kerusakan mukosa vagina dan serviks.
 Progesteron releasing intra vagina device (PRID) adalah alat intravagina pelepas progesteron dengan speculum pada bagian vagina anterior (Ismaya, 1998).
 Dengan penyuntikan PMSG (750-2000 IU) sebelum dan sesudah pengeluaran spons dapat meningkatkan birahi dan fertilisasi (Ismaya, 1998).
6. Progestagen dalam waktu singkat
 Untuk meningkatkan fertilisasi prostagen diberikan 9-12 hari saja.
 Sebelumnya disuntikan 5-7,5 mg EB dan 50-250 mg progesteron dan setelah penghentian perlakuan, maka 56 jam kemudian birahi dan dapat di IB (Ismaya, 1998).
7. Injeksi prostaglandin PGF 2alfa
 Publikasi pertama mengenai terapi prostalglandin baru muncul tahun 1970 dan terus berkembang sejalan ditemukannya analog prostaglandin.
 Lebih sederhana dan mencegah menurunya fertilisasi.
 Penyuntikan intra muskular tunggal untuk fase luteal dan ganda (10-12 hari) untuk yang heterogen fasenya, IB dilakukan 58-72 jam atau 72 dan 96 jam (IB Ganda)
 Contoh PGF2alfa analog: ICI 80966, ICI 81008, Reprodin, Penyuntikan tunggal yang mengandung 500 g kloprostenol yang diberikan pada fase luteal menyebabkan estrus 48-72 jam kemudian, atau pemberian reprodin yang mengandung 3 mg/ml sebanyak 5 ml pada fase luteal. Bila dosis ganda dengan kisaran waktu 10-12 hari maka birahi dapat terjadi serentak 90-95 %
 Pengulangan inseminasi 24 jam kemudian, dapat memberikan hasil yang lebih baik (Ismaya, 1998).
Fungsi Sinkronisasi Estrus
a. mengurangi waktu untuk menemukan hewan birahi
b. memberi kemudahan bagi penggunaan inseminasi buatan, terutama pada kawanan sapi pedaging, dengan memberi perlakuan pada hewan secara berkelompok.
c. Dalam hubungan dengan prosedur saat ovulasi, agar dapat melakukan inseminasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya
d. Memungkinkan memberi makan hewan dalam kelompok yang seragam, terutama bila ini menyangkut perubahan ransum sesuai dengan fase kebuntiongan.
e. Sebagai kelanjutan dari pembiakan serentak, membatasi keseluruhan periode kelahiran pada kawanan atau kelmpok ternak
f. Memungkinkan melakukan pengawasan kelahiran dengan tujuan mengurangi kematian anak baru lahir dan pengaturan pengasuhan anak pada induk lain
g. Setelah pengendalian perkawinan yang berhasil, memungkinkan untuk melakukan penyapihan, penggemukan, dan pemasaran kawanan ternak yang seragam.
h. Memudahkan pemanfaatan transfer embrio
(Hunter, 2000)
Keuntungan siklus estrus pada ternak adalah sebagai berikut (Ismaya, 1998):
1. Memudahkan dan efisiensi deteksi birahi.
2. Memudahkan dalam pelaksanaan kawin buatan.
3. Memudahkan tata laksana pemberian pakan ternak bunting.
4. Memudahkan tatalaksana kelahiran dan pemeliharaan anak.
5. Memudahkan tatalaksana penggemukan anak jantan.
6. Memudahkan tatalaksana pemibibitan.
7. Memudahkan pemasaran.
Prinsip Ovulasi dan CIDR
Sinkronisasi berahi pada ternak dimaksudkan agar ternak-ternak betina serentak berahinya dalam waktu yang sama. Selanjutnya ternak-ternak tersebut dapat diinseminasi secara bersama-sama sehingga dapat diprediksi waktu kelahiran yang bersamaan. Sistem ini dapat dipakai dalam perencanaan kelahiran anak dan pemasaran ternak di masa depan. Metode sinkronisasi berahi pada kerbau dapat dilakukan dengan menggunakan preparat hormon seperti prostaglandin dan progesteron.
Prostaglandin. Prostaglandin F2α (PGF-2α) bersifat luteolitik yang berperan untuk meregresikan corpus luteum (CL), mengakibatkan penghambatan yang dilakukan hormon progesteron yang dihasilkan oleh CL terhadap gonadotropin menjadi hilang. Akibat yang ditimbulkannya dalah terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel dalam ovarium. TOELIHERE (1995) menyatakan bahwa efek pemberian PGF-2α akan menurunkan level progesteron dan akan memberikan rebound effect terhadap pelepasan hormon gonadotropin (FSH = follicle stimulating hormone dan LH = luteinizing hormone). Berbagai hasil penelitian mengenai penggunaan PGF-2α dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan data pada Tabel 4 terlihat bahwa aplikasi PGF-2α untuk sinkronisasi berahi pada kerbau bervariasi tergantung pada metode yang digunakan. Penyuntikan satu kali secara intramuskuler kurang berhasil dibandingkan penyuntikan dua kali. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : (1) belum terbentuknya CL dalam ovarium, (2) hipofungsi ovarium, dan (3) berahi pendek. Oleh karena itu disarankan untuk melakukan penyuntikan, yaitu 11-12 hari setelah penyuntikan pertama.
Penyuntikan PGF-2α dapat saja dilakukan satu kali asalkan dilakukan pada fase luteal dari siklus berahi. MACMILLAN et al. (1991) mengatakan penyuntikan PGF-2α untuk menyerentakan berahi dapat dilakukan satu kali secara intramuskuler pada fase luteal dan hasilnya tidak berbeda dibandingkan dua kali selang 11 hari. Berhubung harga PGF-2α untuk satu dosis penyuntikan secara intramuskuler cukup mahal bagi para peternak di Indonesia, maka diupayakan pemberiannya secara intrauterin yang membutuhkan hanya ¼ sampai 1/5 dari dosis untuk injeksi secara intramuskuler (TOELIHERE, 1995). Cara pemberian PGF-2α secara intrauterin dilakukan memakai kateter uterin yang disambung dengan spuit yang berisi PGF-2α (1/5 dosis intramuskuler) dan kateter uterin dimasukkan sebagaimana layaknya melakukan inseminasi dan menyemprotkan hormonnya (PGF-2α) ke dalam corpus uteri. PGF-2α akan diserap ke dalam darah memasuki ovarium dan meruntuhkan corpus luteum (CL) dalam waktu ± 2 hari. Untuk kondisi lapangan dengan sistem pemeliharaan ekstensif, penyuntikan PGF-2α untuk sinkronisasi berahi kerbau sebaiknya dilakukan dua kali dengan selang 11-12 hari.
Progesteron. Prinsip penggunaan progesteron dalam sinkronisasi berahi didasarkan pada daya kerja hormon tersebut dengan umpan balik negatifnya terhadap FSH dan LH. Penghambatan pengeluaran FSH dan LH dan penghilangan hambatan tersebut 7-9 hari kemudian akan menimbulkan berahi pada sekelompok ternak betina pada waktu yang (hampir) bersamaan. Alat yang umum dipakai adalah CIDR (controlled internal drug release) dan PRID (progesteron releasing intravaginal device). CIDR merupakan alat yang terbuat dari sebatang silikon berbentuk huruf T dan mengandung 1,9 gram hormon progesteron untuk hewan besar (seperti sapi dan kerbau) dan 0,33 gram hormon progesteron untuk hewan kecil (seperti kambing dan domba). Keuntungan penggunaan alat ini adalah untuk mengontrol siklus berahi, mengatasi problem fertilitas seperti anovulatory anoestrum (ternak yang tidak bersiklus) dan ovarium yang sistik, serta untuk program seleksi dan transfer embrio. Hampir sama dengan CIDR, PRID merupakan alat mengontrol siklus berahi pada ternak, mengandung hormon progesteron sebanyak 1,9 gram dan berbentuk spons.
Mekanisme kerja dari kedua alat ini sama, yaitu alat ini dimasukkan dan didiamkan dalam vagina selama beberapa hari, selanjutnya progesteron yang terdapat di dalam alat ini akan diserap oleh vagina dan segera disekresikan ke dalam aliran darah yang akan menghambat pelepasan FSH dan LH dari adenohipofisis melalui mekanisme umpan balik negatif. Kadar progesteron dalam darah akan meningkat pada saat alat disisipkan dalam vagina dan tetap stabil dipertahankan selama periode penyisipan alat ini, kemudian akan segera turun dan mencapai level basal setelah alat ini dicabut. Setelah alat ini dicabut akan terjadi rebound-effect dan akhirnya terjadi pelepasan hormon FSH dan LH dari adenohipofisis sehingga akan terjadi pematangan folikel, berahi dan ovulasi.
Penggunaan CIDR dan PRID untuk penyerentakan berahi kerbau dapat dilihat pada Tabel 5. Dari data tersebut terlihat bahwa penggunaan kedua alat tersebut cukup efektif untuk program sinkronisasi berahi pada kerbau yang diketahui efisiensi reproduksinya lebih rendah dibandingkan dengan ternak lain (terutama sapi). Sebagai bahan perbandingan, hasil penelitian VARGAS et al. (1994) menunjukkan bahwa persentase sapi perah yang memperlihatkan berahi 100, 93 dan 86,8% dalam empat jam setelah CIDR dikeluarkan dengan lama periode implan dalam vagina masing-masing 14, 12 dan 7 hari ( Tambing et al, 2009 ).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar